Yeti dan Pertanyaan Besar tentang Pengetahuan

Sabtu, 06 Oktober 2018 - 10:28 WIB
Yeti dan Pertanyaan Besar tentang Pengetahuan
Yeti dan Pertanyaan Besar tentang Pengetahuan
A A A
SMALLFOOT jadi salah satu film animasi dengan cerita yang kuat untuk tahun ini. Tak hanya menawarkan karakterkarakter yang mudah disukai dan visual apik untuk memikat penonton anak-anak, juga sebuah renungan kebijakan untuk penonton dewasa.

Alkisah, jauh di atas pegunungan Himalaya yang tertutup awan dan jauh dari penglihatan manusia, hidup komunitas Yeti (semacam kera raksasa) yang memegang teguh aturan-aturan dari para leluhur.

Dipimpin kepala suku yang disebut Stonekeeper, mereka hidup berdasarkan petunjuk dari batu-batu yang dikumpulkan Stonekeeper, yang di atasnya tertulis pesan dari nenek moyang mereka. Berdasarkan batu-batu tersebut, mereka percaya bahwa mereka hidup di sebuah “pulau” yang mengapung.

Jauh di bawah sana, di bawah awan-awan putih yang mengitari tempat tinggal mereka, hanya ada kehampaan. Jangan pernah pergi ke sana. Lalu setiap hari, ada satu yeti yang ditugaskan untuk membunyikan gong dengan kepalanya, agar “siput bercahaya” bisa muncul dan menyinari rumah-rumah mereka.

Ayah Migo (Channing Tatum), Dorgle, adalah yeti yang mendapat tugas membunyikan gong itu. Selanjutnya, Migolah yang akan menggantikan tugas ayahnya tersebut. Karena itu, mulai sejak dini, Migo harus berlatih membunyikan gong.

Saat berlatih itulah, Migo yang salah arah, malah nyasar dan melihat pesawat jatuh. Dari pesawat itu, dia melihat manusia alias smallfoot, sebuah makhluk yang selama ini jadi mitos di kalangan yeti. Merasa menemukan kebenaran, Migo pun langsung menyampaikan soal smallfoot kepada masyarakat yeti.

Sayangnya, begitu ingin mengajukan bukti, smallfoot dan pesawatnya sudah tidak ada. Migo pun dituduh menyebarkan hoaks, lalu diusir dari komunitasnya. Nah yang menarik, Migo lantas didekati oleh anak Stonekeeper dan temantemannya.

Rupanya mereka adalah kumpulan anak muda penasaran yang percaya bahwa ada sesuatu di bawah awanawan itu. Mereka hanya perlu bukti lebih lanjut. Merasa mendapat dukungan, Migo pun berniat mencari bukti tersebut. Caranya?

Dengan terjun ke bawah awan. Tentu saja, sesampainya di bawah, Migo menemukan kebenaran yang sangat bertentangan dengan segala hal yang tertulis di batu-batu tulisan para leluhurnya. Namun, ini bukan sekadar cerita Migo yang memberontak dari kepercayaan para leluhurnya.

Ada pertanyaan lebih besar lagi yang diajukan dalam film ini, yaitu “apa guna pengetahuan yang kita miliki? Akan kita gunakan untuk apa pengetahuan tersebut?”.

Sutradara Karey Kirkpatrick yang menulis cerita ini bersama Clare Sera cukup beruntung mendapatkan materi cerita yang baik dari buah pikiran Sergio Pablos. Pablos adalah animator sekaligus penulis skenario yang menulis buku Yeti Tracks, yang diadaptasi menjadi cerita film Smallfoot.

Pablos juga adalah otak lahirnya cerita waralaba Despicable Me. Dari cerita karangan Pablos, Karey dan Clare tak hanya piawai memanjakan penonton dengan visual warna-warni dan CGI yang menakjubkan (bulu-bulu yeti terlihat halus melambailambai tiap kali mereka berjalan).

Film ini juga menyenangkan karena diisi karakter-karakter yang kuat, sekaligus kocak, dan lagu-lagu enak. Bagian ini akan membuat penonton balita dan anak-anak sangat terhibur melihat aksi petualangan Migo dan teman-temannya.

Sementara bagi penonton dewasa dan orang tua, pertanyaan besar tentang kebijakan menggunakan pengetahuan yang jadi tema utama film ini, bisa membuat kita terhanyut dalam liukan cerita yang membuat penasaran, akan seperti apa akhir kisah ini.

Kisah satire Percy Patterson (James Corden), host program televisi yang kepopulerannya sedang merosot, meski agak klise, tetap menarik untuk disimak. Singkat kata, Smallfoot adalah film untuk semua, membawa hiburan dan perenungan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6615 seconds (0.1#10.140)